Kamis, 27 Oktober 2011

Legenda Sukmaraga dan Patmaraga

Lambung Mangkurat adalah seorang Mangkubumi Kerajaan Negara Dipa yang berpusat di Amuntai, Kalimantan Selatan. Lambung Mangkurat adalah putra dari Empu Jatmika, seorang perantau yang datang ke tanah Banjar dengan armada Prabayaksa. Kedatangan armada Prabayaksa ini diperkirakan sekitar tahun 1355. Putra Empu Jatmika selain Lambung Mangkurat adalah Empu Mandastana.

Empu Jatmika mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Negara Dipa, namun sebagai rajanya, Empu Jatmika membuat patung yang khusus dibuat oleh ahli-ahli dari Cina. Empu Jatmika tidak menobatkan dirinya sebagai raja, karena merasa bukan keturunan raja-raja. Hal ini juga dipesankan kepada Lambung Mangkurat dan Empu Mandastana, bahwa keduannya juga tidak boleh menjadi raja.
Ketika Empu Jatmika mangkat, Lambung Mangkurat dan Empu Mandastana melaksanakan pesan orang tua mereka, yaitu mencari raja untuk Negara Dipa. Lambung Mangkurat melaksanakan pertapaan di pinggir sungai besar, sedangkan Empu Mandastana bertapa di pegunungan Meratus.

Di akhir pertapaannya, Lambung Mangkurat menemukan sebuah buih besar yang didalamnya terdengan suara Tangisan Bayi. Kemudian ada Suara meminta Lambung Mangkurat untuk menyediakan kain sarung yang ditenun oleh 40 orang gadis dan perahu indah untuk membawa Bayi tersebut ke Istana. Perintah itu dilaksanakan Lambung Mangkurat dan dibawalah menuju Istana dengan sambutan meriah dan Bayi Perempuan itu diberi Nama Puteri Junjung Buih.
Waktu semakin beranjak, Puteri Junjung Buih semakin Besar dan Dewasa dan menjadi Gadis yang akhirnya dinobatkan sebagai Ratu di Kerajaan Negara Dipa. Dalam legenda diceritakan, Putri Junjung Buih sangat disayangi rakyat Negara Dipa, dimana Kecantikan dan Keramahannya tersebar hingga kenegara lainnya.

Puteri Junjung Buih selain dibesarkan dilingkungan Kerajaan, juga sama-sama tumbuh Keponakan Patih Lambung Mangkurat anak kembar dari Empu Mandastana, yaitu Bambang Patmaraga dan Bambang Sukmaraga. Mereka tumbuh menjadi dewasa dan bersama-sama, hingga kedekatan mereka bertiga membuat semua orang terpana.
Dari perhatian semua kerabat dan pejabat kerajaanm sangatlah tidak lazim karena mereka bertiga terlihat seperti sepasang kekasih yang tak bisa terpisahkan. Apalagi Puteri Junjung Buih sangat Menyukai kakak beradik kembar yang juga memang sangat Tampan dinegeri Dipa, selain juga anak kembar Bangsawan keponakannya Patih Lambung Mangkurat.
Hingga tiba pada tetua agama bersama patih Lambung Mangkurat mendapat pesan bahwa Jodoh dari Puteri Junjung Buih adalah seorang Putera Raja dari Kerajaan di Jawa, dimana Patih Lambung Mangkurat lah yang diutus nantinya untuk menjemput Calon Suami Puteri Junjung Buih untuk dinobatkan sebagai Ratu dikerajaan Dipa. Tetapi yang menjadi kendala adalah sepasang Kakak Beradik kembar yang begitu sangat dicintai Puteri Junjung Buih, bila terjadi Puteri Junjung Buih mengawini kakak beradik ini, akan menggemparkan Kerajaan dan diramalkan akan membuat Kehancuran karena Puteri Junjung Buih telah ditetapkan Dewata jodohnya adalah Pangeran dari tanah Jawa.
Untuk Menghindari hal2 yang tidak diinginkan, dilangsungkanlah musyawarah kerajaan dimana diputuskan agar Patih Lambung Mangkurat untuk memisahkan kedua Keponakannya itu dengan Putri Junjung Buih. Karena Patih Lambung Mangkurat merasa dipermalukan, maka akhirnya dia mengambil keputusan sendiri untuk membunuh kedua keponakannya yang sangat dicintai juga.
Suatu hari, Patih Lambung Mangkurat mengajak kemenakannya yaitu Bambang Patmaraga dan Bambang Sukmaraga untuk mencari ikan dan membawa segala perlengkapan yang dibutuhkan. Mulanya Ibu Kakak Beradik Sepasang Kembar berfirasat tidak enak, namun kedua anak Kembar itu berpesan kedapa Ibunya: "Ibunda, kami (sikembar) akan pergi mencari ikan bersama paman. Jika terjadi apa-apa dengan kami berdua (mati), maka Bunga Puspa ini akan layu dan mati. Tetapi bila kami berdua tidak terjadi apa, maka Bunga Puspa ini akan tetap Segar dan mewangi". Aneh Bunga Puspa itu tiba2 Menghilang dan sebelumnya Sepasang Kembar inipun juga ada memberikan Setangkai Bunga Puspa yang juga berpesan yang sama juga Lenyap pula ketika berada ditangan Puteri Junjung Buih.
Akhirnya pergilah si Kembar bersama Patih Lambung Mangkurat dengan menaiki Perahu mereka bertiga menuju Hulu selama berhari-hari, hingga tiba pada sebuah Lubuk yang anak dari Sungai Besayangan. Lubuk itu kini dikenal dengan Lubuk Badangsanak. Kedua kakak beradik kembar itu diperintah oleh Lambung Mangkurat untuk bercebur karena Kail untuk memancing tersangkut. Ketika Sukmaraga muncul kepermukan, Lambung Mangkurat langsung memukulkan Pengayuh Perahunya tepat dikepalanya dan tenggelamlah Sukmaraga. Begitu juga dengan Patmaraga yang juga mengalami nasib yang sama.
Setelah Lambung Mangkurat menyelesaikan niatnya, dia terduduk sambil menangis dan menunggu selama beberapa hari munculnya jasad kedua Sepasang Kembar Keponakannya, tetapi tidak juga muncul, hingga Lambung Mangkurat Berteriak memanggil mereka dan juga terjun kedalam Lubuk itu, tetapi tidak juga diketemukan, hingga akhirnya Lambung Mangkurat kembali pulang.
Kedua orang tua mereka, Empu Mandastana dan istri merasakan hal yang tidak wajar, karena apa yang dipesankan kedua anaknya, tidak seperti apa yang terjadi. Bunga Puspa itu lenyap dihadapan mereka dan mereka merasa yakin bila kedua anak Kembarnya itu masih hidup dan Empu Mandastana bersama Isterinya memutuskan untuk mencari dan mencari anaknya, hingga tidak pernah ada yang tahu lagi dimana kedua pasang suami isteri itu karena mencari anak Sepasang Kembar Kesayangan mereka.
Ketika Puteri Junjung Buih memegang dan mencium Bunga Puspa pemberian Kedua Kembar Bersaudara, tiba-tiba hilang begitu saja dari tangannya dikala Puteri Junjung Buih sedang duduk dijendela Keraton. Dengan Perasaan sedih Puteri Junjung Buih memandang kelangit dan melihat keduanya ada melambai kapadanya. Yakinlah Puteri Junjung Buih bahwa kedua saudara kembar yang dia cintai kini berada pada kayanganm tidak mati dan tidak hidup.

ARTIKEL TERKAIT



0 komentar:

Posting Komentar