oleh Fahroelraji Roel
Lambung Mangkurat
adalah seorang Mangkubumi Kerajaan Negara Dipa yang berpusat di
Amuntai, Kalimantan Selatan. Lambung Mangkurat adalah putra dari Empu
Jatmika, seorang perantau yang datang ke tanah Banjar dengan armada
Prabayaksa. Kedatangan armada Prabayaksa ini diperkirakan sekitar tahun
1355. Putra Empu Jatmika selain Lambung Mangkurat adalah Empu Mandastana.
Empu
Jatmika mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Negara Dipa, namun
sebagai rajanya, Empu Jatmika membuat patung yang khusus dibuat oleh
ahli-ahli dari Cina. Empu Jatmika tidak menobatkan dirinya sebagai
raja, karena merasa bukan keturunan raja-raja. Hal ini juga dipesankan
kepada Lambung Mangkurat dan Empu Mandastana, bahwa keduannya juga
tidak boleh menjadi raja.
Ketika Empu Jatmika mangkat, Lambung
Mangkurat dan Empu Mandastana melaksanakan pesan orang tua mereka,
yaitu mencari raja untuk Negara Dipa. Lambung Mangkurat melaksanakan
pertapaan di pinggir sungai besar, sedangkan Empu Mandastana bertapa di
pegunungan Meratus.
Di akhir pertapaannya, Lambung
Mangkurat menemukan sebuah buih besar yang didalamnya terdengan suara
Tangisan Bayi. Kemudian ada Suara meminta Lambung Mangkurat untuk
menyediakan kain sarung yang ditenun oleh 40 orang gadis dan perahu
indah untuk membawa Bayi tersebut ke Istana. Perintah itu dilaksanakan
Lambung Mangkurat dan dibawalah menuju Istana dengan sambutan meriah
dan Bayi Perempuan itu diberi Nama Puteri Junjung Buih.
Waktu
semakin beranjak, Puteri Junjung Buih semakin Besar dan Dewasa dan
menjadi Gadis yang akhirnya dinobatkan sebagai Ratu di Kerajaan Negara
Dipa. Dalam legenda diceritakan, Putri Junjung Buih sangat disayangi
rakyat Negara Dipa, dimana Kecantikan dan Keramahannya tersebar hingga
kenegara lainnya.
Puteri Junjung Buih
selain dibesarkan dilingkungan Kerajaan, juga sama-sama tumbuh
Keponakan Patih Lambung Mangkurat anak kembar dari Empu Mandastana,
yaitu Bambang Patmaraga dan Bambang Sukmaraga. Mereka tumbuh menjadi dewasa dan bersama-sama, hingga kedekatan mereka bertiga membuat semua orang terpana.
Dari
perhatian semua kerabat dan pejabat kerajaanm sangatlah tidak lazim
karena mereka bertiga terlihat seperti sepasang kekasih yang tak bisa
terpisahkan. Apalagi Puteri Junjung Buih sangat Menyukai kakak beradik
kembar yang juga memang sangat Tampan dinegeri Dipa, selain juga anak
kembar Bangsawan keponakannya Patih Lambung Mangkurat.
Hingga tiba
pada tetua agama bersama patih Lambung Mangkurat mendapat pesan bahwa
Jodoh dari Puteri Junjung Buih adalah seorang Putera Raja dari Kerajaan
di Jawa, dimana Patih Lambung Mangkurat lah yang diutus nantinya untuk
menjemput Calon Suami Puteri Junjung Buih untuk dinobatkan sebagai
Ratu dikerajaan Dipa. Tetapi yang menjadi kendala adalah sepasang Kakak
Beradik kembar yang begitu sangat dicintai Puteri Junjung Buih, bila
terjadi Puteri Junjung Buih mengawini kakak beradik ini, akan
menggemparkan Kerajaan dan diramalkan akan membuat Kehancuran karena
Puteri Junjung Buih telah ditetapkan Dewata jodohnya adalah Pangeran
dari tanah Jawa.
Untuk Menghindari hal2 yang tidak diinginkan,
dilangsungkanlah musyawarah kerajaan dimana diputuskan agar Patih
Lambung Mangkurat untuk memisahkan kedua Keponakannya itu dengan Putri
Junjung Buih. Karena Patih Lambung Mangkurat merasa dipermalukan, maka
akhirnya dia mengambil keputusan sendiri untuk membunuh kedua
keponakannya yang sangat dicintai juga.
Suatu hari, Patih Lambung
Mangkurat mengajak kemenakannya yaitu Bambang Patmaraga dan Bambang
Sukmaraga untuk mencari ikan dan membawa segala perlengkapan yang
dibutuhkan. Mulanya Ibu Kakak Beradik Sepasang Kembar berfirasat tidak
enak, namun kedua anak Kembar itu berpesan kedapa Ibunya: "Ibunda, kami
(sikembar) akan pergi mencari ikan bersama paman. Jika terjadi apa-apa
dengan kami berdua (mati), maka Bunga Puspa ini akan layu dan mati.
Tetapi bila kami berdua tidak terjadi apa, maka Bunga Puspa ini akan
tetap Segar dan mewangi". Aneh Bunga Puspa itu tiba2 Menghilang dan
sebelumnya Sepasang Kembar inipun juga ada memberikan Setangkai Bunga
Puspa yang juga berpesan yang sama juga Lenyap pula ketika berada
ditangan Puteri Junjung Buih.
Akhirnya pergilah si Kembar bersama
Patih Lambung Mangkurat dengan menaiki Perahu mereka bertiga menuju
Hulu selama berhari-hari, hingga tiba pada sebuah Lubuk yang anak dari
Sungai Besayangan. Lubuk itu kini dikenal dengan Lubuk Badangsanak.
Kedua kakak beradik kembar itu diperintah oleh Lambung Mangkurat untuk
bercebur karena Kail untuk memancing tersangkut. Ketika Sukmaraga muncul
kepermukan, Lambung Mangkurat langsung memukulkan Pengayuh Perahunya
tepat dikepalanya dan tenggelamlah Sukmaraga. Begitu juga dengan
Patmaraga yang juga mengalami nasib yang sama.
Setelah Lambung
Mangkurat menyelesaikan niatnya, dia terduduk sambil menangis dan
menunggu selama beberapa hari munculnya jasad kedua Sepasang Kembar
Keponakannya, tetapi tidak juga muncul, hingga Lambung Mangkurat
Berteriak memanggil mereka dan juga terjun kedalam Lubuk itu, tetapi
tidak juga diketemukan, hingga akhirnya Lambung Mangkurat kembali
pulang.
Kedua orang tua mereka, Empu Mandastana dan istri
merasakan hal yang tidak wajar, karena apa yang dipesankan kedua
anaknya, tidak seperti apa yang terjadi. Bunga Puspa itu lenyap
dihadapan mereka dan mereka merasa yakin bila kedua anak Kembarnya itu
masih hidup dan Empu Mandastana bersama Isterinya memutuskan untuk
mencari dan mencari anaknya, hingga tidak pernah ada yang tahu lagi
dimana kedua pasang suami isteri itu karena mencari anak Sepasang
Kembar Kesayangan mereka.
Ketika Puteri Junjung Buih memegang dan
mencium Bunga Puspa pemberian Kedua Kembar Bersaudara, tiba-tiba hilang
begitu saja dari tangannya dikala Puteri Junjung Buih sedang duduk
dijendela Keraton. Dengan Perasaan sedih Puteri Junjung Buih memandang
kelangit dan melihat keduanya ada melambai kapadanya. Yakinlah Puteri
Junjung Buih bahwa kedua saudara kembar yang dia cintai kini berada
pada kayanganm tidak mati dan tidak hidup.
0 komentar:
Posting Komentar